cara dan proses pembuatan silase
Kekurangan hijauan pakan ternak (dalam keadaan segar) sering kali terjadi dan dirasakan oleh peternak di Indonesia. Pada kondisi yang demikian peternak terpaksa memberi pakan pada ternaknya dengan pakan seadanya dengan kualitas yang rendah, bahkan kuantitasnya juga tidak memenuhi sesuai dengan kebutuhan ternaknya.
Pemberian pakan yang demikian sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai mengalami sakit.
Pembuatan silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar sepanjang waktu, terutama pada musim kemarau, dengan kualitas nutrisi yang tinggi.
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam keadaan segar setelah mengalami proses ensilase. Sebagai bentuk penyimpanan hijauan pakan ternak dalam keadaan segar, kadar air hijauan berkisar antara 60-70%. Silase dibuat dan disimpan dalam suatu tempat yang disebut dengan silo.
Pembuatan silase sebaiknya dilakukan pada saat surplus hijauan, sementara sinar matahari kurang. Kira – kira bulan Desember – januari.
➠Tujuan Pembuatan Silase:
*Mengantisipasi keterbatasan sumber pakan ternak dimusim kemarau/paceklik
*Memanfaatkan kelebihan pakan ternak berupa hijauan yang tersedia sepanjang musim hujan
*Mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang,
➠Prinsip Pembuatan Silase:
Prinsip pembuatan silase adalah menghilangkan udara dengan cepat agar tercapai suasana anaerob, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri pembusuk selama penyimpanan, sehingga hijauan pakan dapat disimpan dalam keadaan segar dalam waktu yang lama.
Untuk memperoleh suasana anaerob dilakukan dengan cara:
➛Pemadatan bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan menggunakan alat atau diinjak-injak. Jika perlu menggunakan mesin vacum.
➛Tempat penyimpanan (silo) harus ditutup rapat, dan dijaga jangan sampai terjadi kebocoran, jika perlu tumpukan hijauan diberi pemberat beberapa batu besar atau balok – balok kayu.
➛Mempercepat pembentukan suasana asam dengan cara menambah bahan pengawet atau bahan tambahan (aditif) secara langsung dan tidak langsung.
Beberapa jenis bahan pengawet secara langsung antara lain:
*Natrium bisulfat
*Sulfur oxida
*Asam chlorida
*Asam sulfat
*Asam propionat.
Pemberian bahan pengawet / bahan tambahan (aditif) secara tidak langsung dengan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :
*Molasses : 2,5 kg/100 kg hijauan.
*Onggok : 2,5 kg/100 kg hijauan.
*Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
*Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.
*Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.
Fermentasi terjadi dengan tahapan sebagai berikut:
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang dibutuhkan dalam aktivitas normalnya.
Respirasi merupakan konversi karbohidrat menjadi energi. Respirasi bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang terkandung, beberapa saat setelah bahan dimasukan dalam silo.
Setelah oksigen habis, maka proses fermentasi dimulai. Proses fermentasi menyebabkan penurunan kadar pH sampai dengan pH tertentu sehingga tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dalam silo, artinya silase dapat menekan proses aktivitas bakteri pembusuk yang akan menurunkan mutu hijauan sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama sampai tiba waktunya diberikan kepada ternak.
Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai gizi bahan pakan itu sendiri. Pembuatan silase dibantu oleh mikroorganisme anaerob/hampa udara (air tight) yang mengubah karbohidrat atau gula tanaman (plant sugars) menjadi asam laktat. Mikroorganisme / bakteri tersebut dinamakan bakteri asam laktat (BAL). Bakteri asam laktat tersebut diantaranya adalah Lactobacillus plantarum, Streptococcus lactis dan jenis fungi seperti Aspergilus niger, Aspergilus oryzue.
Manfaat probiotik sebagai bahan aditif ditunjukkan dengan meningkatnya ketersediaan lemak dan protein bagi ternak, selain itu probiotik juga meningkatkan kandungan vitamin B kompleks melalui fermentasi makanan.
Pada dasarnya proses fermentasi dapat berjalan secara alami, namun hasilnya tidak optimal, karena tercemar bakteri pembusuk. Oleh karena itu perlu ditanam bakteri fermentasi yang berasal dari biakan murni, agar lebih mampu bersaing dengan bakteri pembusuk dan silase yang dihasilkan lebih sempurna.
Proses fermentasi juga memerlukan starter untuk merangsang perkembangan bakteri asam laktat. Starter bisa berupa tetes tebu (molasses) atau gula pasir, atau bahan lain sebagai sumber karbohidrat yang mudah dicerna.
Tahapan – Tahapan yang Terjadi dalam Pembuatan Silase:
Proses fermentasi pada bahan organik disebut ensiling atau ensilase. Ensiling merupakan metode pengawetan pakan ternak secara langsung melalui proses fermentasi asam laktat secara anaerob.
Fermentasi asam laaktat akan mengoksidasi WSC (karbohidrat mudah larut) menghasilkan asam laktat dan sedikit asam asetat. Karena BAL memproduksi asam laktat dan asam asetat, pH pada bahan organik akan turun, dan dapat menghambat aktivitas mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Setelah bahan organik dimasukkan, dipadatkan dan dikeluarkan udaranya (anaerob) maka akan terjadi 4 proses, yaitu:
➛Phase I (tahap aerob)
Tujuan utama yang harus tercapai pada fase ini adalah memaksimumkan pencegahan masuknya udara (oksigen) ke dalam silo sehingga keadaan anaerob secepatnya dapat tercapai. Pada tahap ini hanya memerlukan waktu beberapa jam, oksigen yang keluar akibat proses respirasi tanaman /bahan semakin lama semakin berkurang karena dimanfaatkan oleh organisme fakultatif aerob, seperti yeast/ragi dan Enterobakteria.
➛Phase II (tahap fermentasi)
Phase ini dimulai ketika bahan ensiling menjadi anaerob, yang berlanjut beberapa hari dan beberapa minggu (tergantung bahan ensiling yang digunakan dan kondisi ensiling itu sendiri). Maka pada tahap inilah akan dimulai proses fermentasi, dengan dimulai tumbuh dan berkembangnya bakteri lactic acid.
Bakteri tersebut akan menyerap karbohidrat dan menghasilkan lactic acid sebagai hasil akhirnya. Pertumbuhan asam laktat ini sangat diharapkan, karena disamping bermanfaat untuk ternak ruminansia juga menurunkan kadar pH di dalam silo (di bawah 5.0). Perkembangan bakteri asam laktat akan menurun akhirnya berhenti.
➛Phase III (tahap setabil)
Pada tahap ini, udara yang mungkin masuk dalam silo sangat kecil. Sebagian mikroorganisme yang tidak tahan pada kondisi anaerob ini akan menurun tingkat populasinya. Beberapa organisme yang tahan pada kondisi asam seperti Clotsridia dan Baciili yang hidup sebagai spora organik tidak aktif pada kondisi ini. Semakin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi asam laktat.
Jika pada proses fermentasi ini berhasil mengembangkan atau bakteri asam laktat telah organik tumbuh/hidup, berarti dapat menurunkan asam lainnya. Pencapaian akhir kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang diawetkan, dan kondisi saat dimasukan dalam silo.
Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,0-4,5. Kadar pH saja tidak dapat mengindikasi baik atau buruknya proses fermentasi. Hijauan yang mengandung kadar air di atas 70% akan mengalami proses berlainan, dimana bakteri penghasil asam laktat tidak tumbuh dan berkembang dengan baik.
Bakteri anaerob (Clotstrida) ini akan memproduksi asam butirat (butyric acid) bukan asam laktat (lactic acid), yang akan menyebabkan bahan organik terasa asam. Hal ini terjadi karena pH dalam bahan masih di atas 5.0.
➛Phase IV (tahap kerugian aerobic)
Proses ini dimulai setelah bahan organik hasil fermentasi terkena udara. Selama bahan organik dikeluarkan, kerugian ini tidak dapat dihindari karena memungkinkan dirusak oleh mahluk lain seperti tikus/burung.
Kerugian dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
penurunan tingkat asam organik oleh yeast dan kadang-kadang oleh BAL sendiri. Hal ini menyebabkan pH kembali meningkat sehingga kerugian tahap kedua dimulai, terkait dengan peningkatan suhu.
Kerugian aerobic terjadi hampir pada semua hasil fermentasi bahan organik yang terbuka/terkena udara. Namun tingkat kerusakan tergantung pada jumlah dan aktivitas mikroorganisme dalam bahan organik.
Pembuatan Silase
Pembuatan silase dilakukan di dalam silo. Silo adalah tempat penyimpanan hijauan pakan ternak yang dapat dibuat di dalam tanah ataupun di atas tanah. Bahan pembuatan silo pada umumnya dapat terbuat dari tanah, beton, baja, papan, bilik bambu, bahkan dari kantong atau karung plastik.
➛Jenis – Jenis Silo Berdasarkan bentuknya silo dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
*Tower Silo Adalah silo yang berbentuk bangunan silender, tegak seperti menara, dan dapat terbuat dari besi atau beton.
*Pit Silo (Silo Berbentuk Sumur) Silo ini dibentuk ditempat yang kering, agar tidak mudah kebanjiran atau adanya rembesan air tanah. Diameter silo dibuat agak lebar, untuk memudahkan pengisian dan pengeluaran hijauan yang disimpan.
*Trence Silo (Parit Memanjang Di Tanah) Silo ini dibuat berbentuk parit memanjang dibawah permukaan tanah dan pada umumnya berdinding miring, lantai diperkuat dengan bata atau batako, demikian pula dindingnya.
*Stack Silo (Silo Berdinding Belahan Papan/Pagar Papan) Cara ini kurang dianjurkan, karena masih terjadinya kontak udara luar, sehingga kualitas silase kurang baik. Untuk meningkatkan kualitas silase, maka silo ini perlu ditutup rapat dengan plastik sebelum hijauan dimasukkan ke dalam.
*Silo Kantong Plastik, Silo plastik (bag silo) merupakan modifikasi dari jenis – jenis silo yang ada. Silo plastic relative fleksibel, dapat dibuat dalam bentuk besar maupun kecil disesuaikan dengan jumlah hijauannya.
Apabila bahan silase yang akan dibuat jumlahnya sedikit, proses pembuatan silase dapat dilakukan di dalam kantong plastik. Silo sederhana ini bagian dalamnya terbuat dari kantung plastik dan bagian luarnya karung plastik.
➠Proses Pembuatan Silase
Proses pembuatan silase dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
➛Hijauan dipanen pada saat pertumbuhan vegetatif menjelang generatif, dengan cara dipotong dengan menggunakan sabit atau alat yang lain
➛Hijauan dikumpulkan, dan diangkut ke tempat dekat dengan silo.
➛Sebelum dibuat silase, hijauan diangin-anginkan terlebih dahulu, kemudian dipotong-potong (dicacah) menggunakan alat coper, dengan ukuran 3-5 cm.
➛Hijauan yang telah dipotong-potong (dicacah) ditambah atau dicampur dengan salah satu atau gabungan beberapa bahan pengawet (seperti : tetes, dedak, menir, tepung jagung, atau bahan pengawet lainnya) dengan perbandingan tertentu. Kemudian diaduk / dicampur sampai rata.
➛Saran penggunaan bahan pengawet dengan beberapa alternatif sebagai berikut:
*Menggunakan tetes, dengan perbandingan 3 kg tetes per 100 kg hijauan.
*Menggunakan dedak halus, dengan perbandingan 5-6 kg per 100 kg hijauan.
*Menggunakan tepung jagung, dengan perbandingan 3 kg per 100 kg hijauan
*Menggunakan menir, dengan perbandingan 3,5 kg per 100 kg hijauan pakan ternak.
*Setelah dicampur rata selanjutnya dimasukkan kantong plastik sambil dipadatkan untuk meminimalisir sisa udara di dalam kantong plastik. Jika perlu menggunakan alat vacum untuk menyedot / mengisap udara yang ada di dalam plastik.
*Kantong platik yang sudah berisi bahan silase dalam keadaan padat dan relatif kedap udara, selanjutnya diikat dengan tali rafia sampai kencang hingga tidak mungkin lagi udara dari luar masuk ke dalam kantong plastik.
*Kemudian disimpan di tempat yang ternaungi dari sinar matahari secara langsung.
*Silase sudah jadi setelah berlangsung selama 3 – 4 minggu, kemudian silase dapat dibongkar dan diangin – anginkan sebelum diberikan kepada ternak.
➠Keuntungan dan Kerugian Pembuatan Silase
➛Keuntungan Pembuatan Silase
*Bila ensilase berjalan dengan baik, maka akan menghasilkan bahan pakan yang berkualitas tinggi. Silase mempunyai keistimewaan yaitu kadar airnya tinggi.
*Menghasilkan hijauan pakan per satuan luas yang lebih banyak.
*Tidak “sangat” tergantung pada cuaca.
*Tidak terjadi kebakaran spontan.
*Tidak terdapat parasit.
*Sedikit terjadi kehilangan zat makanan
➛Kerugian Pembuatan Silase
*Memerlukan banyak tenaga dan biaya.
*Kegagalan ensilase. Jika pembuatan silase kurang sempurna, diantaranya masih terdapat udara di dalam silo, tercemar bakteri pembusuk atau jamur, dapat menyebabkan kegagalan proses ensilase sehingga silase yang dihasilkan kurang baik, banyak bagian silase yang menggumpal, berjamur bahkan terjadi pembusukan.
➠Kualitas Silase
Kualitas dan nilai nutrisi fermentasi bahan organik dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti spesies tanaman, fase pertumbuhan, dan kandungan bahan kering saat panen serta mikroorganisme yang terlibat dalam proses tersebut.
Proses pembuatan silase akan berjalan optimal pada kisaran suhu 27°–35°C. Kualitas silase yang baik dapat diidentifikasi secara organoleptik, dengan ciri – ciri sebagai berikut:
*pH sekitar 4
*Kandungan air 60 – 70%
*Berwarna kehijau- hijauan
*Bau segar, tidak berbau busuk
*Disukai ternak
*Tidak berjamur
*Tidak berlendir
*Tekstur tetap baik, tidak menggumpal
➠Penggunaan Silase
Penggunaan silase untuk pakan ternak perlu dibatasi. Pemberian silase dibatasi maksimum 30% dati total pakan yang diberikan, hal ini disebabkan silase difatnya asam, sehingga dapat menyebabkan sapi diare. Idealnya pemberian pakan adalah kombinasi dari hijauan segar, silase dan konsntrat. Nilai kesetaraan nutrisi silase (murni tanpa bahan tambahan) setara dengan 90% hijaun segar.
Demikian cara dan proses pembuatan silase semoga artikel ini bermanfaat, selamat mencoba.
Komentar
Posting Komentar